Kampung Anggaduber Biak-Timur |
Kampung Sor-Biak Utara |
Biak Kota |
Biak Kota |
Sejarah Singkat Pulau Biak-Numfor/Schouten
Eilanden.
Pada
waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua
hingga awal tahun 1960-an nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan
Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden, menurut nama orang
Eropa pertama berkebangsaan Belanda, yang mengunjungi daerah ini pada awal abad
ke 17. Nama-nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laporan tua untuk
penduduk dan daerah kepuluan ini adalah Numfor
atau Wiak. Fonem 'W' pada kata w'iak
sebenarnya berasal dari fonem 'V' yang kemudian berubah menjadi 'B'
sehingga muncullah kata Biak seperti yang digunakan sekarang. Dua nama
terakhir itulah kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu Biak-Numfor,
dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu sebagai tanda penghubung
antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi untuk menamakan daerah dan
penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Teluk
Cenderawasih itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan nama Biak
saja yang mengandung pengertian yang sama juga dengan yang disebutkan di
atas.Tentang asal-usul nama serta arti kata tersebut ada beberapa
pendapat.
Pertama
ialah bahwa nama Biak yang berasal dari kata v`iak itu yang pada mulanya merupakan suatu
kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat tinggal di daerah
pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung pengertian orang-orang
yang tinggal di dalam hutan, orang-orang yang tidak pandai kelautan, seperti
misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar di laut dan
menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh
penduduk pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam
hal-hal kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian
menghina golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai
sebagai nama resmi untuk penduduk dan daerah tersebut. Pendapat lain, berasal
dari keterangan ceritera lisan rakyat berupa mite, yang menceritakan bahwa nama
itu berasal dari warga klen Burdam yang
meninggalkan Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite itu, warga klen
Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau
Warmambo (nama asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang
letaknya jauh sehingga Pulau Warmambo hilang dari pandangan mata. Demikianlah
mereka berangkat, tetapi setiap kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo nampak di atas permukaan laut. Keadaan
ini menyebabkan mereka berkata, v`iak wer`, atau
`v`iak`, artinya ia muncul lagi. Kata v`iak inilah yang kemudian dipakai
oleh mereka yang pergi untuk menamakan Pulau Warmambo dan hingga sekarang nama
itulah yang tetap dipakai (Kamma 1978:29-33).
Kata
Biak secara resmi dipakai sebagai nama untuk
menyebut daerah dan penduduknya yaitu pada saat dibentuknya lembaga Kainkain
Karkara Biak pada tahun 1947 (De Bruijn 1965:87). Lembaga tersebut
merupakan pengembangan dari lembaga adat kainkain karkara mnu yaitu
suatu lembaga adat yang mempunyai fungsi mengatur kehidupan bersama dalam suatu
komnunitas yang disebut mnu atau kampung. Penjelasan lebih luas tentang kedua
lembaga itu diberikan pada pokok yang membicarakan organisasi kepemimpinan di
bawah.
Nama
Numfor berasal dari nama pulau dan
golongan penduduk asli Pulau Numfor. Penggabungan nama Biak dan Numfor menjadi satu nama dan
pemakaiannya secara resmi terjadi pada saat terbentuknya lembaga dewan daerah
di Kepulauan Schouten yang diberi nama Dewan daerah Biak-Numfor
pada tahun 1959.
Dalam
tulisan ini saya menggunakan nama Biak-Numfor untuk menyebut
daerah geografisnya dan daerah administrasi pemerintahannya. Nama Biak
digunakan untuk menyebut bahasa dan orang yang memeluk kebudayaan Biak
yang bertempat tinggal di daerah Kepulauan Biak-Numfor sendiri maupun
yang bertempat tinggal di daerah-daerah perantauan yang terletak di luar
kepulauan tersebut.
Tentang
sejarah orang Biak, baik sejarah asal usul maupun sejarah kontaknya
dengan dunia luar, tidak diketahui banyak karena tidak tersedia keterangan
tertulis. Satu-satunya sumber lokal yang memberikan keterangan tentang
asal-usul orang Biak seperti halnya juga pada suku-suku bangsa lainnya
di Papua, adalah mite. Menurut mite moyang orang Biak berasal
dari satu daerah yang terletak di sebelah timur, tempat matahari terbit. Moyang
pertama datang ke daerah kepulauan ini dengan menggunakan perahu. Ada beberapa
versi ceritera kedatangan moyang pertama itu. Salah satu versi mite itu
menceriterakan bahwa moyang pertama dari orang Biak terdiri dari sepasang suami
isteri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu dan ketika air surut
kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua
pasang suami isteri itu Sarwambo.
Bukit
tersebut terdapat di bagian timur laut Pulau Biak (di sebelah selatan kampung
Korem sekarang). Dari bukit sarwambo, moyang pertam itu bersama
anak-anaknya berpindah ke tepi Sungai Korem dan dari tempat terakhir inilah
mereka berkembang biak memenuhi seluruh Kepulauan Biak-Numfor.
Selanjutnya
tentang sejarah kontak orang Biak dengan dunia luar, baik menurut
ceritera lisan tentang tokoh-tokoh legendaris Fakoki dan Pasrefi
maupun sumber keterangan dari Tidore diketahui bahwa kontak itu telah terjadi.
Jauh sebelum kedatangan orang Eropa pertama di daerah Papua pada awal
abad ke-16 (Kamma 1953:151).
Hubungan
tersebut terjadi dengan penduduk di daerah pesisir utara Kepala Burung, Kepulauan
Raja Ampat dan dengan penduduk di Kepulauan Maluku. Kontak orang Biak
dengan orang luar itu terjadi terutama melalui hubungan perdagangan dan
ekspedisi-ekspedisi perang. Bukti terlihat pada adanya pemukiman-pemukiman
orang Biak yang sampai sekarang dapat dijumpai di berbagai tempat
seperti tersebut di atas. Rupanya pada masa sebelum kedatangan orang Eropa di
Kepulauan Maluku dan daerah Papua awal abad ke-16, orang Biak
telah menjelajah ke berbagai wilayah Indonesia lainnya baik melalui
ekspedisi-ekspedisi perdagangan dan perang yang dilakukan oleh orang-orang Biak
sendiri maupun bersama dengan sekutu-sekutunya, misalnya dengan Kesultanan
Tidore
atau dengan Kesultanan Ternate. Kejayaan orang Biak untuk melakukan berbagai ekspedisi itu menghilang pada akhir abad ke-15 (Kamma 1952:151). Tidak lama sebelum kedatangan orang Eropa pertama di kawasan Maluku dan Kepulauan Raja Ampat pada awal abad ke-16.
atau dengan Kesultanan Ternate. Kejayaan orang Biak untuk melakukan berbagai ekspedisi itu menghilang pada akhir abad ke-15 (Kamma 1952:151). Tidak lama sebelum kedatangan orang Eropa pertama di kawasan Maluku dan Kepulauan Raja Ampat pada awal abad ke-16.
Sumber
Data:
Dr.
J.R.Mansoben, MA (Dosen Universitas Cendrawasih. Jayapura-Papua)
Kajian
Tentang Pemerintah Tradisional
Antropologi
Papua, Volume 1. No.3 Agustus 2003.
http://www.papua.go.id
Kontak:
wisataindahpapua@gmail.com
facebook:
Indah Papua
http://Rumbiak-janz.com
Komentar
Posting Komentar