Tradisi Melukis di Atas Kulit Kayu Masyarakat Papua ( Kampung Asei kabupaten Jayapura)
Tradisi Melukis Pada Kanfas Kulit Kayu Kampung Asei Kabupaten Jayapura-Papua
Menurut Corry, sejumlah lukisan asli
kulit kayu milik Suku Asei masih tersimpan rapi di sejumlah
museum-museum besar di daratan Eropa. Salah satu budayawan berkebangsaan
Eropa, Prof Jac Hoogerbruge, mengumpulkan foto-foto lukisan tersebut di
sejumlah negara Eropa dan membuat buku tentang lukisan kulit kayu itu.
Lukisan kulit kayu berbahan dasar
kulit kayu sejenis pohon bergetah, seperti pohon beringin, pohon sukun,
dan pohon nangka memang unik. Proses pengolah hingga menjadi kulit kayu
dengan cara, kulit pohon yang sudah ditebang dari pohonnya dikuliti
tipis-tipis, lalu ditumbuk, dibilas dan dijemur hingga kering. Setelah
itu baru dapat digunakan untuk melukis atau mengukir.
Beberapa motif kulit kayu yang
biasanya dilukis warga setempat, yakni motif yang bernuansa kekayaan
alam, kearifan lokal, dan keadaan di sekitar lingkungan warga. Tapi
tiap lukisan yang dihasilkan memiliki makna bagi keberlangsungan
kehidupan warga setempat.
Namun menurut Corry, ada beberapa
motif yang wajib dan sering digunakan warga dalam lukisan di kulit
kayunya, yakni motif Yoniki. Motif ini merupakan lambang kebesaran dan
keagungan seorang raja atau ondofolo di adat penduduk Sentani. Yoniki
adalah motif tertinggi untuk seluruh Ondofolo di Sentani. Motif lainnya, kata Corry, ada
seperti Fouw. Fouw melambangkan ikatan bersama dalam kekeluargaan dan
biasanya berbentuk bulat. »Kemudian juga ada motif Aye-Mehele, Iuwga,
Kino, O Mane-Mane, Rasyin Rale, Kheleuw, Khaley, dan Kheyka,” katanya. Sedangkan warna dasar atau dominan
yang terdapat dalam lukisan kulit kayu itu adalah warna hitam warna yang
dihasilkan dari jelaga atau arang kayu dan arang periuk, kemudian warna
putih yang dihasilkan dari kapur untuk pinang sirih, dan warna merah
yang dihasilkan dari batu kapur merah. Setiap warna-warna ini kemudian
bisa dicampur dengan bahan lainnya, seperti getah pohon sukun, air dan
minyak kelapa,” katanya.
Akibat meningkatkan permintaan dan
banyaknya kunjungan turis ke kampung ini, saat ini warna-warna itu
kadang diganti dengan cat sintetis. Tapi jika ada permintaan lukisan
kulit kayu dengan menggunakan bahan-bahan pewarna asli, warga setempat
bisa kami sediakan tapi harganya akan berbeda dengan pewarna sintetis.
Seni dan Budaya, bukan untuk di simpan tetapi harus di wariskan kepada generasi berikutnya. Dan kita generasi sekarang juga, harus siap untuk menerima seni dan budaya yang akan di wariskan.
Tulisan/Foto: Rumbiak.b.j
Seni dan Budaya, bukan untuk di simpan tetapi harus di wariskan kepada generasi berikutnya. Dan kita generasi sekarang juga, harus siap untuk menerima seni dan budaya yang akan di wariskan.
Tulisan/Foto: Rumbiak.b.j
Komentar
Posting Komentar