Catharina Gebse dan Jacobus van der Velden dalam Kisah Cinta Seorang Pastor Belanda di Wilayah Tropis
1. Ditengah kaum pengayau suku Marind-anim
Catharina Gebse lahir di tahun 1938 dan dibesarkan di tengah hutan daerah pemukiman suku Papua Marind-anim di daerah pesisir selatan Nieuw-Guinea. Suku Marind-anim sampai setengah abad yang lalu terkenal sebagai suku yang suka berperang dan yang paling ditakuti dari semua suku di seluruh wilayah pesisir tersebut. Untuk melakukan kegiatan pengayauan mereka tidak segan-segan berlayar jauh hingga ratusan kilometer di lautan bebas sampai di daerah pesisir Australia dengan menumpangi perahu dibuat dari
batang
pohon yang dikeruk. Pada awal abad ke-20 Negeri Belanda dengan resmi
menguasai Nieuw-Guinea barat, pulau dengan luas dua kali lipat luasnya
negeri Belanda.
Pada waktu Catharina dilahirkan orang tuanya telah menganut agama Kristen. Ayah Catharina, seorang pemburu buaya, karena menjual kulit buaya kepada kaum pendatang kulit putih sering berhubungan dengan mereka. Waktu masih kecil Catharina selalu ingin tahu seperti apa
dan
bagaimana dunia di luar dunianya sendiri. Pada usia 4 tahun karena
tertarik kepada ilmu pengetahuan dan benda-benda bawaan orang asing
kolonial dia minta disekolahkan. Banyak di antara saudara sepupunya yang
lebih tua dan warga sedesanya sudah mengikuti pendidikan di sekolah
dasar yang berlokasi jauh di kota Merauke di daerah pesisir. Didampingi
saudara sepupunya yang lebih tua Catharina yang kecil akhirnya memulai
sebuah perjalanan penuh petualangan dengan berjalan kaki selama empat
hari menuju ke asrama sekolah Belanda. Bagi Catharina berjalan kaki
merupakan kebiasaan karena anak-anak Papua sejak usia muda telah belajar
bermandiri. Ini adalah hukum alam.
2. Kaum biarawati di Merauke
Kedatangan kolonisator
Belanda dengan benda-benda materinya berkelimpahan serta
peraturan-peraturan serta larangan-larangannya memberi dampak besar
terhadap wilayah bagian tenggara Nieuw-Guinea . Kaum pelopor misionaris
dan kaum evangelis yang berkhotbah tentang kasih sesama manusia dan
monogami pada waktu yang sama membagikan kapak besi dan tembakau kepada
umatnya. Beberapa dekade kemudian kaum pegawai sipil berdatangan
lengkap dengan senjata api dan undang-undang yang melarang kegiatan
pengayauan, pesta seksuil tradisional dan beragam tradisi dan rituil
adat lainnya. Si Catharina yang kecil terpukau dengan tingkat kemakmuran
kaum kulit putih dan ingin belajar bagaimana dia bisa memperoleh
kemakmuran yang sama bagi rakyatnya sendiri. Lain dari anak-anak
sebayanya Catharina memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan dia suka
berpikir jau
h
Menurut kepercayaan suku Marind-anim di tempat dimana udara dan laut
saling bersentuhan disanalah batasnya dunia. Tetapi Catharina percaya
bahwa di antara sorga dan dunia masih tersedia jauh lebih banyak
daripada apa yang terlihat kasatmata. Dan itulah yang dia ingin belajar.
Sekolah asrama di Merauke dimana Catharina akan bersekolah dikelola
kaum biarawati dari Orde Ibunda dari Hati Suci, sebuah cabang misi
berasal dari Tilburg. Pada saat didaftarkan Catharina langsung disuruh
menanggalkan rok jerami pakaian tradisionalnya dan menggantikannya
dengan pakaian barat. Dia juga diharuskan berbicara Bahasa Belanda.
Catharina mengikuti pendidikan di sekolah ini selama 16 tahun lamanya.
3. Catharina dan Koos saling berkenalan
Pada
tahun 1954 tibalah di Merauke seorang pastor muda bernama Jacobus van
der Velden. Dia datang dengan menumpang kapal langsung dari Negeri
Belanda. Dia adalah seorang pemuda Belanda yang berambisi membaptiskan
suku-suku Papua di pedalaman Nieuw-Guinea. Koos disambut oleh kaum murid
perempuan dari sekolah asrama dengan nyanyian saat dia turun dari
kapal. Setelah beristirahat selama dua minggu, Koos diberi tugasnya yang
pertama, yaitu masuk ke pedalaman untuk memimpin sebuah paroki di
wilayah pemukiman suku yang jarang sekali berhubungan dengan pemerintah
Belanda. Tidak lama berselang Koos sangat menyukai penduduk di wilayah
tugasnya. Setiap kali setelah melakukan perjalanan panjang dan
meletihkan dia singgah di
Merauke
untuk beristirahat sejenak dia bertamu dengan Catharina. Hal ini paling
tidak disukai para pastor dan biarawati dari misi. Pastor Koos menyukai
sekali watak si Catharina yang selalu riang hati, murah bersenyum dan
suka berguyon. Rupanya Catharina mempunyai perasaan yang sama mengenai
Koos. Pada zaman modern ini mungkin hal ini disebut cinta pada pandangan
pertama. Tetapi pada tahun limapuluhan mustahillah kalau tidak
terlaranglah hubungan cinta antara seorang pastor Belanda dengan wanita
Papua. Secara konvensionil pasangan muda muda mudi ini telah melakukan
pelanggaran duakali. Pertama, seorang pastor tidak diizinkan menikah,
dan kedua, kebijakan pemerintah melarang hubungan romantis antara
seorang Belanda dengan seorang Papua.
4. Pindah tugas ke daerah Asmat
Begitu
Catharina mengakhiri studinya, dia dipekerjakan sebagai guru sekolah
dasar di pedalaman Kepi yang dikelola para biarawati dari Orde Hati
Kudus. Kebetulan Koos juga ditugaskan ke daerah Kepi. Huibungan antara
kedua manusia ini menjadi lebih erat. Tetapi persahabatan mereka
dianggap tercela oleh masyarakat katolik yang kecil di daerah selatan
Nieuw-Guinea dan dipandang dengan penuh rasa curiga. Mulai beredar
desas-desus bahwa hubungan mereka telah
melampaui
batas. Para biarawati ingin melindungi Catharina terhadap dirinya
sendiri dan mengambil keputusan untuk bertindak dengan memindahtugaskan
Catharina ke daerah suku Asmat di wilayah pesisir selatan Nieuw-Guinea
sebagai kepala sekolah desa di Agats. Sebagai akibat pemindahtugasan
tersebut dia dan Koos terpisah oleh hutan belukar dan daerah payau yang
tidak dapat ditembus. Tindakan pemindahtugasan bertujuan untuk
memisahkan mereka untuk selama-lamanya.
5. Sang Uskup bertamu dengan Catharina
Uskup
Nieuw-Guinea bagian selatan, Herman Tillemans, akhirnya berkeputusan
untuk mencari fakta sampai dimana gosip yang beredar adalah benar. Dia
pergi menemui Catharina di Agats untuk bertanya apakah benar hubungan
dia dengan Koos telah melampaui batas. Catharina sangat terperanjat
mendengar pertanyaan si Uskup karena perasaan Catharina terhadap Koos
hanya sebagai teman yang baik. Tidak pernah ada dibenaknya untuk
membagikan tempat tidurnya dengan seorang kulit putih. Uskup Tillemans
tetap ragu-ragu dan ingin menghentikan desas-desus untuk selama-lamanya.
Dia mengusulkan dua opsi kepada Catharina: menikah dengan seorang rekan
guru, atau hidup membiara. Usul sang uskup sampai ke telinga si Koos
yang sekarang kehilangan kesabarannya. Dengan menumpang perahu dia
berlayar ke daerah Asmat untuk bertanya kepada Catharina apakah dia
tidak bahagia seperti Koos sendiri. Koos mengatakan dia mau pindah
tempat dari Nieuw-Guinea selatan ke utara, ribuan kilometer dari misi.
6. Catharina dan Koos melarikan diri ke dalam hutan
Setelah
berpikir selama satu hari Catharina mengambil keputusan ikut sama Koos
menumpangi perahunya dan melarikan diri bersamanya ke dalam hutan menuju
ke wilayah dimana Koos pernah bertugas. Mereka berlayar selama tujuh
hari tujuh malam. Pada awalnya mereka terus dikejar oleh si uskup yang
marah. Tetapi tidak lama lagi si uskup kehilangan jejak mereka sehingga
mereka berhasil lolos. Berbulan-bulan kemudian Catharina dan Koos
ditemukan oleh seorang pegawai sipil bernama Jan Sneep yang pada waktu
itu sedang mendampingi Pierre Gaisseau akhli purbakala Perancis
melakukan perjalanan ekspedisi ke pedalaman Nieuw-Guinea. Akhirnya pada
tahun 1959 Jan Sneep mengantar mereka kembali ke dunia peradaban. Sneep
akhirnya membantu Koos dan Catharina pergi ke Hollandia.
7. Dikucilkan oleh Vatikan
Insiden
pasangan Koos Catharina akhirnya juga sampai ke telinga Vatikan .
Mereka dikenai hukuman pengucilan. Menurut ensiklopedia gereja katolik
pengucilan merupakan larangan terhadap seorang anggota umatnya untuk
masuk gereja. Tujuannya untuk menyadarkan kembali orang yang
bersangkutan akan perbuatannya yang salah. Umat katolik di Nieuw-Guinea
termasuk anggota keluarga Catharina yang menganut agama kristen dilarang
bicara dengan pasangan yang telah berdosa itu. Sebagai akibat anggota
keluarga Catharina seperti orang tuanya, saudara sepupunya, hanya
bertemu Catharina secara diam-diam. Melalui wakilnya fihak Vatikan
mengirimkan surat perintah pengucilan kepada pasangan Koos Catharina
dibelahan dunia lain. Seorang pastor mendatangi mereka mengantar berita
tersebut. Tetapi Koos menolak menerima dokumen pengucilan karena dia
telah mengambil keputusannya sendiri.
8. Kontak dengan misionaris gereja reformasi
Sementara
itu Koos telah berkenalan dengan seorang penginjil bernama Meeuws Drost
yang baru tiba di Nieuw-Guinea. Meews Drost datang ke Nieuw-Guinea
untuk mengabarkan injil sesuai visi organisasi bukan berazas katolik
yaitu Gereja Reformasi yang telah membebaskan diri dari genggaman Gereja
Katolik. Organisasi tersebut relatif baru dan belum tercemar oleh
permusuhan antara misi katolik dan misi protestan. Koos tertar
ik
dengan visi baru yang disebarkan Drost. Tidak lama kemudian pasangan
Koos Catharina keluar dari Gereja Katolik dan menikah pada tanggal 5
April 1960. Menurut kepercayaan Catharina satu-satunya cara bagi seorang
pendosa untuk kembali ke pangkuan gereja katolik adalah dengan
membiarkan dirinya dicemoohi dan diludahi umat yang sedang masuk pintu
gereja. Ini merupakan suatu ritual yang sejak lama telah dihapus. Tetapi
oleh karena Catharina dibesarkan menurut ajaran lama agama katolik dia
percaya ritual tersebut satu-satunya jalan untuk menghapuskan hukuman
pengucilan.
9. Konversi ke gereja reformasi
Suami
Catharina, Koos, terpengaruh oleh Drost, mengubah agamanya menjadi
penganut Gereja Reformasi yang sedang giat berusaha mendirikan pos di
Nieuw-Guinea. Dia menjadi evangelis untuk beberapa lama dan pada tahun
1974 bersama istrinya meninggalkan Nieuw-Guinea yang pada waktu itu
telah diserahkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Indonesia dengan
nama baru yaitu Irian Barat. Mereka berangkat ke Negeri Belanda untuk
mulai kehidupan baru. Mereka diberkati dengan enam anak dan pada usia
senjanya tinggal di Utrecht. Pada tahun 1997 Koos meninggal dunia
setelah berabdi sebagai seorang domine selama sisa masa hidupnya.
Sampai saat berpindah dari Utrecht Catharina adalah anggota gereja
reformasi di Utrecht bagian barat laut. Dia rajin ke gereja, bahkan
sampai dua kali setiap hari Minggu. Tetapi adapun saat-saat dia merasa
rindu sekali akan masa kehidupannya sebagai penganut agama katolik.
Setiap
kali Catharina melewati gereja katolik Majella dia tertimpa rasa
menyesal. Dia merindukan kebesaran dan kemegahan ritual gereja katolik,
bahasa dan liturginya. Dua tahun yang lalu Catherina bersama keluarga
salah satu putrinya sempat berkunjung ke tanah leluhurnya, Merauke,dan
sekolah asramanya. Tetapi saat putri Catharina mau melihat interior
gereja dimana orang tuanya meninggalkan begitu banyak jejak kakinya,
Catharina menolak masuk.
Dalam rumahnya di Negeri Belanda terdapat banyak potret keluarganya dari beragam ukuran: foto-foto anak-anak kecil telanjang dan teman-teman sedesa berpakaian tradisional berupa rok jerami dan berkoteka, foto-foto berwarna keluarganya di Negeri Belanda. Rumah-rumah kerang ukuran besar yang pada jaman dulu ditiup sebagai tanda bunyi dimulainya pengayauan terletak terpapar di bawah kusen jendela sementara bunyi ketikan jam buatan Friesland terdengar di latar belakang.
10. Sumber pemberitaan:
- Video 2008 De Dans van de Paradijsvogel (Tarian Burung Cendrawasih) skenario dan sutradara: Annegriet Wietsma.
- J.A. van der Velden “Vreemd vliegt de paradijsvogel. ( Penerbangan Yang Aneh Burung Cendrawasih) Penerbit van Wijnen, Franeker, 1997
- Adrian Verbree, “Papua 50 jaar later (“Papua, 50 tahun kemudian”). Penerbit De Verre Naasten, Zwolle 2008.
- Nieuw-Guinea Kronieken (Catatan-catatan tentang Nieuw-Guinea Belanda,) No. 1,8,14. Report from Netherlands Nieuw-Guinea (Laporan dari Nieuw-Guinea Belanda)
- Prive-archief Materiaal (Bahan Arsip Privat) Bert Jannink en Jan Sneep
- Fihak-fihak yang diwawancari: Catharina van der Velden-Gebse, Suster Melania, Pastor Huiskamp dan Jan Sneep, pegawai sipil pemerintah.
- Penasehat dan komentator berdasarkan teks Annegriet Woetsma: Nancy Jouwe
- Sumber:http://www.papuaerfgoed.org/id
Catharina Gebse lahir di tahun 1938 dan dibesarkan di tengah hutan daerah pemukiman suku Papua Marind-anim di daerah pesisir selatan Nieuw-Guinea. Suku Marind-anim sampai setengah abad yang lalu terkenal sebagai suku yang suka berperang dan yang paling ditakuti dari semua suku di seluruh wilayah pesisir tersebut. Untuk melakukan kegiatan pengayauan mereka tidak segan-segan berlayar jauh hingga ratusan kilometer di lautan bebas sampai di daerah pesisir Australia dengan menumpangi perahu dibuat dari
Pada waktu Catharina dilahirkan orang tuanya telah menganut agama Kristen. Ayah Catharina, seorang pemburu buaya, karena menjual kulit buaya kepada kaum pendatang kulit putih sering berhubungan dengan mereka. Waktu masih kecil Catharina selalu ingin tahu seperti apa
2. Kaum biarawati di Merauke
Kedatangan kolonisator
3. Catharina dan Koos saling berkenalan
4. Pindah tugas ke daerah Asmat
5. Sang Uskup bertamu dengan Catharina
6. Catharina dan Koos melarikan diri ke dalam hutan
7. Dikucilkan oleh Vatikan
8. Kontak dengan misionaris gereja reformasi
9. Konversi ke gereja reformasi
Dalam rumahnya di Negeri Belanda terdapat banyak potret keluarganya dari beragam ukuran: foto-foto anak-anak kecil telanjang dan teman-teman sedesa berpakaian tradisional berupa rok jerami dan berkoteka, foto-foto berwarna keluarganya di Negeri Belanda. Rumah-rumah kerang ukuran besar yang pada jaman dulu ditiup sebagai tanda bunyi dimulainya pengayauan terletak terpapar di bawah kusen jendela sementara bunyi ketikan jam buatan Friesland terdengar di latar belakang.
10. Sumber pemberitaan:
- Video 2008 De Dans van de Paradijsvogel (Tarian Burung Cendrawasih) skenario dan sutradara: Annegriet Wietsma.
- J.A. van der Velden “Vreemd vliegt de paradijsvogel. ( Penerbangan Yang Aneh Burung Cendrawasih) Penerbit van Wijnen, Franeker, 1997
- Adrian Verbree, “Papua 50 jaar later (“Papua, 50 tahun kemudian”). Penerbit De Verre Naasten, Zwolle 2008.
- Nieuw-Guinea Kronieken (Catatan-catatan tentang Nieuw-Guinea Belanda,) No. 1,8,14. Report from Netherlands Nieuw-Guinea (Laporan dari Nieuw-Guinea Belanda)
- Prive-archief Materiaal (Bahan Arsip Privat) Bert Jannink en Jan Sneep
- Fihak-fihak yang diwawancari: Catharina van der Velden-Gebse, Suster Melania, Pastor Huiskamp dan Jan Sneep, pegawai sipil pemerintah.
- Penasehat dan komentator berdasarkan teks Annegriet Woetsma: Nancy Jouwe
- Sumber:http://www.papuaerfgoed.org/id
Komentar
Posting Komentar